Jumat, 07 Agustus 2020

Sebesar Apa Engkau Menyayangiku

Namaku Mukhlis lahir di Makassar, pada 25 Januari 1999. Aku bersaudara 10 orang, yang terdiri dari perempuan 4 orang dan laki-laki 6 orang. Sejak aku berusia 3 tahun, ibunda kami menghadap sang ilahi, akibat diabetes. Sejak saat itu aku dan saudaraku hidup tanpa merasakan kasih sayang seorang ibu, kini kami hanya tinggal bersama ayah yang setiap hari sibuk dengan pekerjaannya dan hanya sesekali menanyakan keadaanku lewat kak Kiki. Pernah suatu ketika di tengah teriknya matahari aku menangis tanpa sebab sehingga kak Kiki membawaku keliling rumah agar aku bisa diam, namun usahanya tidak membuahkan hasil dan di situlah kami meneteskan air mata dibelakang rumah bersama. Setelah sebulan ibunda kami menghadap pada sang pencipta, ayah kami menikahi seorang janda 1 anaknya dan dia lebih menyayangi anaknya di banding kami-kami sebagai anak sambungnya, istri kedua ayah kami panggil dia Ummi. Genap usiaku sekitar tujuh tahun Ummiku menyuruhku untuk menjaga rumah. "Mukhlis jaga rumah dulu nak saya mau keluar sebentar". "Iya Ummi jawabku sambil menonton TV".

Beberapa saat kemudian ummi pergi meninggalkanku. Tak lama kemudian Ummi datang dan tiba-tiba pukulan mendarat diwajahku sambil mengomel. "Astaga: “Kau disuruh jaga rumah malah tidur. Apami ini, habismi ikan namakan kucing". Setelah pukulan mendarat di wajahku, aku pun menangis dan terdengar di kalangan tetangga. Setelah sekian lama aku meneteskan air mata, sayup-sayup kudengar ada yang memanggilku dari balik pintu. Mukhlis-Mukhlis kenapa menangis? Kucoba mencari sumber suara itu dan ternyata paman yang mendengar suaraku dari jauh segera membawaku ke rumahnya. Sesampai di rumah pamanku ada tante dan nenek yang melihat bekas pukulan Ummi. Mereka pun serentak memandang ke wajahku dan bertanya: mengapa wajahmu itu terluka? Aku pun menceritakan kepada mereka secara seksama sambil terisak-isak.

Sementara itu nenek mengambil obat sambil berkata: "Bahayanya Ummimu memukul hampirko tidak melihat". Sambil aku bercerita dengan tante, suara ayah memangilku. Mukhlis sini nak! Aku pun segera pamit dari rumahnya paman dan bergegas mengikuti ayah kemana iya pergi. Sesampainya kami di tempat tujuan ayah melihat muka ku dan berkata "kenapa mukamu ini?" Saya pun menceritakan kepadanya, seketika itupun ayah kaget dan mengajak aku ke rumah. Sesampainya kami di rumah, Ayah duduk sejenak menikmati segelas kopi dan memanggil Ummi. "Ummi-Ummi sini dulu! Kenapa di wajahnya Mukhlis ada bekas pukulan?" Ummi pun membuka suara, "minta maafka Abi, tanganya saya mau pukul tapi wajahnya yang kena". Setelah mendengar penjelasan dari Ummi, Ayah sangat marah, seketika itu juga Ummi berjanji tidak akan mengulang lagi perbuatannya.


Cerita fiksi, adapun nama atau lokasi atau tokoh dalam cerita hanya kebetulan saja.
#Cerpen

#Beralih Genre

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pandemi Tak Kunjung Usai, Keluarga Cemas Karena Tak Ada Yang Mudik

Selama kura n g lebih setahun P andemi merajai dunia maka aktifitas manusia sangat dibatasi, semua kegiatan diatur melalui jaringan internet...