Namaku Mukhlis
lahir di Makassar, pada 25 Januari 1999. Aku bersaudara 10 orang, yang terdiri
dari perempuan 4 orang dan laki-laki 6 orang. Sejak aku berusia 3 tahun, ibunda kami menghadap sang ilahi,
akibat diabetes. Sejak saat itu aku dan saudaraku hidup tanpa
merasakan kasih sayang seorang ibu, kini kami hanya tinggal bersama ayah yang
setiap hari sibuk dengan pekerjaannya dan hanya sesekali menanyakan keadaanku
lewat kak Kiki. Pernah suatu ketika
di tengah teriknya matahari aku menangis tanpa sebab sehingga kak Kiki membawaku keliling rumah agar aku
bisa diam, namun usahanya tidak membuahkan hasil dan di situlah kami meneteskan
air mata dibelakang rumah bersama. Setelah sebulan ibunda kami menghadap pada
sang pencipta, ayah kami menikahi seorang janda 1 anaknya dan dia lebih menyayangi
anaknya di banding kami-kami sebagai anak sambungnya, istri kedua ayah kami panggil dia Ummi. Genap usiaku
sekitar tujuh tahun Ummiku
menyuruhku untuk menjaga rumah. "Mukhlis
jaga rumah dulu nak
saya mau keluar sebentar". "Iya
Ummi jawabku sambil menonton TV".
Beberapa saat
kemudian ummi pergi meninggalkanku. Tak
lama kemudian Ummi datang dan tiba-tiba
pukulan mendarat diwajahku sambil
mengomel. "Astaga: “Kau disuruh jaga rumah malah tidur. Apami ini,
habismi ikan namakan kucing". Setelah
pukulan mendarat di wajahku, aku pun
menangis dan terdengar di kalangan tetangga. Setelah sekian lama aku meneteskan air mata, sayup-sayup kudengar
ada yang memanggilku dari balik pintu. Mukhlis-Mukhlis kenapa menangis? Kucoba mencari sumber suara itu dan
ternyata paman yang mendengar suaraku dari jauh segera membawaku ke rumahnya. Sesampai
di rumah pamanku ada tante dan nenek yang melihat bekas pukulan Ummi. Mereka pun
serentak memandang ke wajahku dan bertanya: mengapa wajahmu itu terluka? Aku pun
menceritakan kepada mereka secara seksama sambil terisak-isak.
Sementara itu
nenek mengambil obat sambil berkata: "Bahayanya Ummimu memukul hampirko tidak melihat". Sambil aku bercerita dengan tante, suara
ayah memangilku. Mukhlis sini nak! Aku pun segera pamit dari rumahnya paman dan bergegas mengikuti ayah
kemana iya pergi. Sesampainya
kami di tempat tujuan ayah melihat muka ku
dan berkata "kenapa mukamu ini?" Saya pun menceritakan
kepadanya, seketika itupun ayah kaget dan mengajak aku ke rumah. Sesampainya kami di rumah, Ayah duduk sejenak
menikmati segelas kopi dan memanggil Ummi. "Ummi-Ummi sini dulu! Kenapa di wajahnya
Mukhlis ada bekas pukulan?" Ummi pun membuka suara, "minta maafka Abi, tanganya saya mau pukul tapi
wajahnya yang kena". Setelah
mendengar penjelasan dari Ummi, Ayah sangat marah, seketika itu juga Ummi
berjanji tidak akan mengulang lagi
perbuatannya.
Cerita fiksi, adapun nama
atau lokasi atau tokoh dalam cerita hanya kebetulan saja.
#Cerpen
#Beralih Genre
Tidak ada komentar:
Posting Komentar