Rombongan
siswa-siswi Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia berangkat ke kabupaten
Bantaeng dalam rangka silaturahmi pada Sabtu, 9 Maret 2020 antara orang tua siswa beserta guru SLB yang
berlokasi di jalan Kapten Piere Tendean Blok M No. 7 Makassar.
Rombongan
ini berangkat menggunakan 4 mobil, selama dalam perjalanan Pak Kandacong
sebagai kordinator lapangan menghimbau kepada semua peserta yang berangkat agar
berdoa menurut keyakinan masing-masing, selalu berhati-hati dan selalu
mengingat kepada sang pencipta.
Tak
hanya itu, menurut Untu’ selaku tuan rumah menjelaskan bahwa: “Perjalanan ke
Bantaeng menyita waktu kurang lebih 3 jam melewati beberapa kabupaten Gowa,
Takalar, Je’neponto.”
Sementara
itu, rombongan membuka percakapan agar tidak bosan duduk di atas kendaraan ada
yang membahas masalah kampus, ada juga membahas pengalaman sehari-harinya.
Sambil menikmati Syair lagu dari Tab mobil, di samping itu air mata tuhan turut
mendengarkann percakapan kami.
Setelah
sekian lama kami menelusuri jalan sambil melihat keindahan alam yang telah di
ciptakan oleh sang maha kuasa, kami singgah di sebuah mesjid meminta doa kepada
Tuhan agar perjalanan kami di ridhoi.
Oh
ya, mesjid yang kami singgahi terletak di kabupaten Je'neponto. Kabupaten ini
terkenal dengan hewan peliharaannya yaitu kuda. Hewan ini biasa dipertunjukkan
dalam suatu festival daerah. Tak hanya itu kabupaten ini terkenal dengan
makanan khas yaitu, Coto Kuda. Kuda juga biasa dipakai untuk membawa jagung,
gabah, & lain sebagainya. Bagi anda yang penasaran dengan daging kuda,
silahkan mampir ke Je’neponto, sedikit informasi tentang daging ini yaitu,
dagingnya lembek & enak dimakan.
Sesampainya
kami di Bantaeng, kecamatan Sinoa desa Bonto mate'ne, Kami di suguhkan jagung
sebagai makanan khas daerah setempat. Tak hanya jagung, Bantaeng juga terkenal
dengan Lagu daerahnya yang berjudul Coto Bantaeng. Dan di lanjutkan dengan
menghibur masyarakat yang ada di sekitar Bonto Mate’ne menggunakan alat musik
dari YAPTI.
Ada
pun teman-teman yang memainkan alat musik tersebut yaitu teman-teman yang sudah
belajar dan tidak di ragukan ketelitiannya dalam memainkan alat musik.
“Kegiatan
ini diadakan setiap tahun dan menghabiskan anggaran tiga juta setengah, adapun
dana yang di gunakan yaitu dana dari sekolah dan yayasan, sedangkan daerah yang
sudah di kunjungi meliputi, Bantaeng, Malino, Bulukumba, & Sinjai.” Tutur
Pak Subu selaku kepala sekolah.
Keesokan
harinya selepas kopi break, kami menikmati jagung di kebun selama di lokasi
kurang lebih 2 jam sambil memetik jagung yang masih terlihat di pohonnya.
Setelah
puas bermain di kebun kami balik ke rumah namun kali ini ada yang menarik
karena salah satu teman menantang untuk jalan kaki mulai dari kebun sampai ke
rumah. Setelah kami sampai, dan kelelahan berjalan kurang lebih 5 Kilo Meter.
Kami sudah disiapkan menu makanan andalan yaitu Baro’bo dan Palekko.
Oh
yah, Baro’bo ini dibuat dari jagung sedangkan Palekko terbuat dari daging
bebek. Masakan Palekko ini merupakan makanan khas Kabupaten Sidrap dan sangat
pedas.
Setelah
kami menyelesaikan santapan siang pak Subu selaku kepala sekolah mewakili
rombongan untuk pamit sekaligus mengucapkan terima kasih kepada pemerintah
setempat terkhusus tuan rumah yang mengundang siswa-siswi Yayasan Pembinaan
Tunanetra Indonesia.
Sebelum
kami meninggalkan Bantaeng, saya berbincang dengan Rustam beliau merupakan
saudara kandungnya Untu’. Selama saya berbincang kurang lebih 2 menit membahas
sejarah yang telah terukir dalam kebudayaan atau adat istiadat masyarakat
kabupaten Bantaeng.
Rustam
menjelaskan bahwa, kampung ini dinamakan Moroa karena ada ilmu gaib yang
dipelajari oleh pejuang bangsa kita pada zaman dulu. Menurut cerita sebahagian
orang, di sekitar Bantaeng ini ada sebuah lokasi namanya Pattimoroa. Di situ
ketika ada hewan yang di ambil di lokasi tersebut untuk di sembelih maka Parang
yang digunakan menyembelih hewan tersebut tidak akan berfungsi.
Sementara
itu ilmu gaib yang ada di daerah ini sangat kuat, ketika ada orang yang mau
mempelajarinya, tidak akan ada ilmu daerah lain yang bisa menandinginya. Bahkan
sampai saat ini masih ada kegiatan yang serupa diadakan setiap tahun sebagai
pertunjukan kebudayaan atau adat istiadat kabupaten Bantaeng.
Setelah
puas menggali informasi saya menuju ke mobil rombongan dan segera berangkat ke
Makassar. Terima kasih kabupaten Bantaeng engkau telah berbagi cerita kepada
kami.
Oh
ya, selama di perjalanan menuju Makassar, mobil yang kami tumpangi mengalami
kerusakan di bagian ban. Namun itu merupakan resiko dan kesan bagi kami yang
suka menjelajah menuju daerah satu ke daerah lain.
Sampai di sini dulu
perjalanan kita, semoga terinspirasi bagi yang membaca tulisan ini.
Bagi pembaca yang setia
ikuti terus Blog firdausabdul.blogspot.com.
Dan berikan komen,
saran dan ide agar bisa di tuangkan dalam pena.
Penulis: Biccu Abdul
Rahim.